Rabu, 23 Februari 2011

PROFIL GURU YANG BAIK

Menjadi seorang guru mungkin memeng tidaklah sulit, akan tetapi menjadi seorang guru yang benar-benar profesional, bermartabat, serta dapat mencerdaskan murid-muridnya merupakan hal yang tidak mudah. Menurut saya ada beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat menjadi guru yang profesional, bermartabat, serta dapat mencerdaskan murid-muridnya. Kriteria-kriteria itu adalah sebagai berikut.

Bermoral
Guru merupakan seseorang yang menjadi panutan bagi murid-muridnya. Segala hal yang dilakukan guru sangat mungkin diikuti atau dicontoh anak didiknya. Guru juga bertanggung jawab terhadap perkembangan psikologi anak didiknya. Jika seorang guru melakukan suatu hal yang buruk yang tidak pantas dilakukan, apalagi oleh seorang guru tentunya hal ini sangat ironis sekali. Jika guru melakukan perbuatan yang tak bermoral, lantas bagaimana dengan murid-muridnya? Bukan berarti guru tidak boleh melakukan kesalahan karena memang guru juga manusia yang tidak mungkin terlepas dari salah dan khilaf, akan tetapi status guru yang disandang haruslah menuntun dirinya agar senantiasa berhati-hati dalam berperilaku dan bertindak sehingga hasil dari apa yang telah diperbuatnya tidak menjatuhkan martabatnya sebagai seorang guru. Oleh karena itu, bermoral tinggi mutlak harus tertanam dalam jiwa seorang guru agar nantinya dapat melahirkan anak didik yang cerdas juga bermoral baik. 

Menguasai materi
Tugas utama seorang guru adalah mengajar. Bekal utama yang harus dimilikinya ketika akan mengajar adalah penguasaan materi. Bayangkan saja jika guru tidak menguasai materi? Apa yang akan terjadi? Yang akan terjadi tentunya kegiatan belajar mengajar tidak akan sempurna.

Vokal yang baik
Vokal ini terdiri dari kejelasan pengucapan kata dan volume suara. Mengapa vokal yang baik sangat diperlukan? Salah satu peran yang tak mungkin terlepas dari seorang murid adalah mendengarkan apa yang disampaikan oleh gurunya. Tentunya, agar murid dapat menikmati, mencermati, serta memahami dengan mudah apa yang disampaikan guru diperlukanlah kejelasan pengucapan dan volume suara yang cukup. Selain dapat mempermudah murid dalam menikmati, mencermati, serta memahami apa yang disampaikan guru, vokal yang baik dapat lebih menarik perhatian murid-murid dalam memperhatikan gurunya dibandingkan jika dengan seorang guru yang asal-asalan berbicara dalam menerangkan atau menjelaskan materi kepada murid-muridnya. 

Disenangi murid-muridnya
Hal ini sangat diperlukan bagi seorang guru karena dengan disenangi murid-muridnya, guru dapat dengan mudah berkomunikasi dengan murid-muridnya. Guru juga lebih mudah melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang lebih menarik dan komunikatif. Salah satu hal yang dapat dilakukan agar seorang disenangi murid-muridnya adalah dengan mejalin hubungan yang lebih dekat kepada anak didiknya. Jangan membuat kesan bahwa diri kita (guru) adalah guru yang galak dimata murid-muridnya. Hal ini akan membuat murid enggan berkomunikasi seperti bertanya dan memberi tanggapan dalam proses pembelajaran kepada guru. Selanjutnya, suasana belajar mengajar yang seperti ini akan nampak sangat menegangan karena peserta didik takut kapada gurunya, dan pasti sangat membosankan. Oleh karena itu, menjadi guru yang disenangi akan sangat membantu dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang lebih menyenangkan namun tetap harus kondusif.

Tegas dan berwibawa
Terkadang guru memang perlu bergurau dan bercanda dengan murid-muridnya. Namun yang tidak boleh dilupakan adalah ketegasan dan kewibawaan karena meski guru menjalin hubungan yang dekat dengan murid-muridnya tetap harus ada suatu alat agar guru tersebut tetap dihormati dan disegani murid-muridnya yakni ketegasan dan kewibawaan. 

Menguasai teknologi
Di era globalisasi ini, sebagai guru yang kreatif haruslah mengikuti perkembangan teknologi, khususnya teknologi yang bermanfaat langsung dalam proses belajar-mengajar. Di zaman yang serba maju saat ini, penggunaan teknologi pendidikan seperti laptop, LCD, dan model pembelajaran dengan internet (e-learning) memang diperlukan demi kemajuan pendidikan Indonesia yang dinamis. Namun perlu diingat dan dipertimbangkan lagi bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia sangatlah beragam. Selain itu daya tangkap dan kecerdasan peserta didik berbeda-beda pula. Di satu sisi memang dengan pemanfaatan teknologi proses pengajaran dapat dipercepat seperti guru tidak perlu lagi menulis di papan tulis (adanya laptop dan LCD), murid tidak perlu mencatat (cukup dengan meng-copy file), belajar tidak harus di dalam kelas dengan adanya metode belajar e-learning. Tapi di sisi lain tidak semua peserta didik mampu memiliki teknologi-teknologi tersebut karena keterbatasan ekonomi, tidak semua peserta didik mampu menangkap dan mencerna materi pembelajaran yang cenderung terlalu cepat karena adanya berbagai kemudahan yang diberikan dari teknologi-teknologi tersebut. Berdasar fakta-fakta di atas seorang guru selayaknya lebih bijak dalam memanfaatkan perkembangan teknologi untuk pembelajaran, jangan sampai pemanfaatan teknologi justru memberatkan murid.

Berwawasan luas
Salah satu hal yang mampu menambah point plus bagi seorang guru adalah ketika ia berwawasan luas. Selain menguasai materi, berwawasan luas juga hal yang sangat penting bagi seorang guru. Dengan berwawasan luas, guru selain dapat memberi ilmu mata pelajaran tertentu juga dapat memeberikan ilmu-ilmu lain diluar ilmu mata pelajaran itu yang sangat bermanfaat bagi anak didiknya. Selain itu, wawasan yang luas juga dapat membantu melahirkan inspirasi bagi guru dalam menciptakan metode pembelajaran baru yang lebih menyenangkan bagi peserta didik.

Menanamkan nilai-nilai kebaikan
Seperti telah disebutkan di sebelumnya bahwa guru tidak hanya bertanggung jawab pada nilai dan prestasi yang harus diraih murid tapi juga terhadap perkembangan psikologi anak didiknya. Seorang guru hendaknya menanamkan nilai-nilai kebaikan seperti nilai kejujuran, kesusilaan, kesopanan, kemandirian, dan lain-lain dalam diri anak didiknya meskipun guru tersebut bukanlah guru mata pelajaran kewarganegaraan. Dengan tertanamnya nilai-nilai kebaikan pada diri peserta didik maka diharapkan proses perkembangan murid menuju kedewasaan dapat terarah menjadi insan yang baik dan berbudi.

TEORI-TEORI BELAJAR ILMU JIWA PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN SEBAGAI DISIPLIN ILMU


Disini banyak aliran psikologi dan psikologi pendidikan.
1.      Psikologi yang bersifat spekulatif
2.      Psikologi behavioristik
3.      Psikologi Kognitif
4.      Psikologi humanistik
Dan mengenai teori belajar ini tak lain karena para ahli tidak puas pendapat, para ahli sebelumnya, dari itu timbulah teori belajar yang bersifat kognitif .
Psikologi kognitif mulai berkembang dari lahirnya teori gestalt peletak dasar teori gestatif adalah Wertheimer, yang meneliti tentang pengalaman dan problem solving.
Menurut psikologi gestalt ada beberapa sifat khusus belajar dengan insight (pengamatan/pemahaman mendadak antara hubungan terhadap permasalahan) yaitu:
1.      Insight itu tergantung kepada kemampuan dasar yang berbeda-beda antar anak
2.      Insight itu tergantung kepada pengalaman yang relevan
3.      Insight itu tergantung pengaturan secara eksperimental
4.      Insight itu didahului oleh sesuatu periode yang berbeda-beda
5.      Insight itu dapat diulangi
6.      Insight itu yang pernah didapatkan, dapat dipakai untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.

FAKTOR HEREDITAS DAN PRINSIPNYA

 Yang disebut faktor hereditas adalah : sifat-sifat / ciri-ciri yang diperoleh oleh seseorang anak atas dasar keturunan atau pewarisan dari generasi ke generasi melalui sel benih.

Prinsipnya atau Hukum Hereditas
Dapat berlangsung menurut prinsip-prinsip / hokum-hukum tertentu yaitu :
1.      Prinsip Reproduksi, melalui prinsip reproduksi orang tua bisa mewariskan sel benihnya kepada generasinya.
2.      Prinsip Konformitasi, bahwa setiap jenis makhluk menurunkan jenisnya sendiri.
3.      Prinsip Variasi, selain mewarisi ciri-ciri yang umum yang sama juga mewariskan sifat berbeda lainnya.
4.      Prinsip Regresi Fillial, menunjukkan sifat menonjol kedua-duanya misal : meskipun orang tuanya cerdas, generasinya akan sedang-sedang tak secerdas orang tuanya.

PSIKOLOGI PENDIDIKAN SEBAGAI DISIPLIN ILMU

Psikologi pendidikan, bisa dipahami sebagai “study tentang proses pendidikan dari sudut tinjauan psikologi”.
Apakah psikologi pendidikan sudah merupakan disiplin ilmu yang tersendiri? Hal ini dapat lihat apakah psikologi pendidikan sudah memenuhi syarat-syarat berikut:
1.      Harus mempunyai obyek
2.      Harus mempunyai metode khusus
3.      Harus mempunyai ruang lingkup studi yang jelas
4.      Harus mempunyai nilai guna dan manfaat

Obyek Psikologi Pendidikan
1.      Obyek material, yaitu bersifat umum, yang juga menjadi obyek kebersamaan ilmu-ilmu umum lainnya yang sejenis, (obyek dari ilmu induknya).
2.      Obyek formal yaitu bersifat khusus yang hanya menjadi sasaran studi tersendiri dari ilmu yang bersangkutan dan berbeda dari obyek-obyek ilmu lainnya, ini keduanya merupakan penghayatan tingkah laku manusia.

Ruang lingkup Psikologi Pendidikan
Ialah meliputi :
1.      Masalah perkembangan dan pertumbuhan individu
2.      Masalah belajar mengajar
3.      Masalah pengukuran dan penelitian
4.      Masalah bimbingan dan penyuluhan


Kegunaan Psikologi Pendidikan
Secara praktis Psikologi pendidikan berguna pada mereka yang terlibat dalam proses pendidikan dan pengajar.
a.       bagi perencana pendidikan
b.      bagi para guru
c.       bagi para orang tua

KONSEP ILMU JIWA PENDIDIKAN

Pendidikan tentang jiwa psikolog dan psikolog pendidikan yang terpendam dalam diri manusia yang akhirnya dapat melahirkan pola berperilaku, gerak dan lain sebagainya. Dengan demikian pergerakan, pertumbuhan dan perkembangan semua itu menjadi petunjuk gejala adanya jiwa pada manusia.         

Disini para filosof membagi jiwa menjadi :                                                   
1.      Daya Vegetatif, bersifat tumbuh, berkembang sebagaimana tumbuh-tumbuhan ini disebut “nafs on nabati
2.      Daya Sensoris, ini bagi pemilik penginderaan, berpindah sebagaimana perilaku hewan disebut “nafs al hayawany
3.      Daya Rasional, yang khusus pemilik yang bersifat berfikir, berbuat, berkehendak sebagaimana khusus nampak pada jiwa manusia, dan disebut “nafs al insaniyah”
4.      Daya ruh, bersifat taat, patuh, tunduk, ini menggambarkan sosok malaikat.

Menurut Kejiwaan Manusia
Menurut kebanyakan filosof, struktur jiwa manusia terdiri dari :
1.      Jiwa Vegetatif       : bagian terbawah
2.      Jiwa Sensitif          : bagian menengah
3.      Jiwa Rasional        : bagian tertinggi

Pembagian Ilmu Jiwa
1.      Dari segi sasaran / obyeknya, ilmu jiwa dapat dibedakan menjadi dua :
a.       Ilmu Jiwa Umum     : yaitu obyek studynya adalah manusia dewasa seutuhnya, normal dan beradab.
b.      Ilmu Jiwa Khusus    : yaitu obyek studynya adalah bagian-bagian tertentu dari gejala-gejala jiwa.
2.      Dari segi kegunaan dapat dibedakan antara ilmu jiwa teoritis, praktis.
a.       Teoritis dipergunakan untuk mengembangkan pengetahuan ilmu kejiwaan.
b.      Praktis dipergunakan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensinya bidang tertentu dari aspek bidang kehidupan manusia.

Pengertian Psikologi Pendidikan.
Psikologi pendidikan adalah  suatu studi kejiwaan dari bidang pendidikan/studi dari bidang pendidikan yang akhirnya diarahkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pendidikan dan pengajaran.

FASE PERKEMBANGAN ANAK BERDASARKAN ASPEK BIOLOGIS

Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar yaitu usia tujuh tahun ternyata tidaklah benar. Bahkan pendidikan yang dimulai pada usia teka (4-6) pun sebenarnya sudah terlambat. Hasil penelitian di bidang neurologi yang di lakukan Benyamin S.Bloom, seorang ahli pendidikan dari universitas chicago, amerika serikat (Diktentis, 2003 : 1). Mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50 %, hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapat rangsangan yang maksimal maka otak anak usia 18 tahun perkembangan jaringan otak telah mencapai 100%. Oleh sebab itu masa kanak-kanak dari 0-8 tahun disebut masa emas (golden age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan.
Data memperlihatkan bahwa layanan pendidikan anak usia dini di indonesia masih termasuk sangat memprihatinkan. Sampai dengan tahun 2001 (Jalal, 2003 : 20) jumlah anak usia 0-6 tahun di indonesia yang telah mendapatkan layanan pendidikan baru sekitar 28% (7.347.240 anak). Khusus untuk anak usia 4-6 tahun, masih terdapat sekitar 10,2 juta (83,8%) yang belum mendapatkan layanan pendidikan. Masih banyaknya jumlah anak usia dini yang belum mendapatkan layanan pendidikan tersebut disebabkan batasnya jumlah lembaga yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia dini. Layanan pendidikan kepada anak-anak usia dini merupakan dasar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya hingga dewasa. Hal ini diperkuat oleh Hurlock (1991 : 27) bahwa tahun-tahun awal kehidupan anak merupakan dasar yang cenderung bertahan dan mempengaruhi  sikap dan perilaku anak sepanjanghidupnya.
Kreatifitas merupakan salah satu potensi yang dimiliki anak yang perlu dikembangkan sejak usia dini. Setiap anak memiliki bakat kreatif dan ditinjau dari segi pendidikan, bakat kreatif dapat dikembangkan dan karena itu perlu dipupuk sejak dini. Bila bakat kreatif anak tidak dipupuk maka bakat tersebut tidak akan berkembang, bahkan menjadi bakat yang terpendam yang tidak dapat diwujudkan. Mulai proses pembelajaran dengan kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak yaitu melalui bermain, diharapkan dapat merangsang dan memupuk kreatifitas anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya untuk pengembangan diri sejak usia dini. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mulyasa, (2005 : 164) bahwa : “Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktifitas  dan kreatifitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar”.
Dalam proses pembelajaran dikelompok bermain, kreatifitas anak dirangsang dan dieksplorasi melalui kegiatan bermain sambil belajar sebab bermain merupakan sifat alami anak. Diungkapkan oleh Munandar (2004 : 94) bahwa penelitian menunjukan hubungan yang erat antara sikap bermain dan kreatifitas. Namun, jeles Froebel (Patmonodewo, 2003 : 7), bermain tanpa bimbingan dan arahan serta perencanaan lingkungan dimana anak belajar akan membawa anak pada cara belajar yang salah atau proses belejar tidak akan terjadi. Ia mengisyaratkan bahwa dalam proses pembelajaran, pendidik bertanggungjawab daalam membimbing dan menharahkan anak agar menjadi kreatif.

1.     Pembelajaran Bagi Anak Usia Dini
Berdasarkan definisi konsensus knoles dalam mappa (1994; 12) pembelejaran merupakan suatu proses di dalam mana perilaku diubah, di benarkan atau dikendalikan. Sementara itu Abdulhak (2000 : 25) menjelaskan bahwa proses pembelajaran adalah interaksi edukatif antara peserta didik dengan komponen-komponen pembelajaran lainnya. Pembelajaran di kelompok bermain jelas sangat berbeda dengan di sekolah, dimana pembelajaran dilakukan dalam suasana bermain yang menyenangkan. Anak-anak usia dini dapat saja diberikan materi pelajaran, diajari membaca, menulis, dan berhitung.
Bahkan bukan hanya itu saja, mereka bisa saja diajari tentang sejarah,geografi, dan lain-lainnya. Jerome Brunner menyatakan, setiap materi dapat diajarkan kepada setiap kelompok umur dengan cara-cara yang sesuai dengan perkembangannya. Kuncinya adalah pada permainan atau bermain (Supriadi, 2002: 40). Permainan atau bermain adalah kata kunci pada pendidikan anak usia dini. Ia sebagai media sekaligus sebagai substansi pendidikan itu sendiri. Dunia anak adalah dunia bermain, dan belajar dilakukan dengan atau sambil bermain yang melibatkan semua indra anak.
Supriadi (2002: 40) menjelaskan bahwa Bruner dan Donalson dari telaahnya menemukan bahwa sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa kanak-kanak yang paling awal, dan pembelajaran itu sebagian besar di peroleh dari bermain. Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi menyenangkan. Menurut Conny R. Semiawan (jalal, 2002: 16) melalui bermain, semua aspek perkembangan anak dapat di tingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal baru. Melalui permainan, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik mautpun mental intelektual dan spiritual. Oleh karena itu, bermain bagi anak usia dini merupakan jembatan bagi berkembangnya semua aspek.        
2.     Konsep Kreatifitas
Supriadi (2001: 7) menyimpulkan bahwa pada intinya kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah sebelumnya. Keberhasilan kreativitas menurut Amabile (Munandar , 2004: 77) adalah persimpangan (intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik. Persimpangan kreativitas (creativity intersection)
Ciri-ciri kreativitas dapat ditinjau dari dua aspek yaitu;
a.     Aspek kognitif, ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemempuan berpikir kreatif/divergen (ciri-ciri aptitude) yaitu :
a)     Keterampilan berfikir lancar(fluency)
b)    Keterampilan berfikir luwes/fleksibel (flexibility)
c)     Keterampilan berfikir orisinal (originality)
d)    Keterampilan memperinci (elaboration)
e)     Keterampilan menilai (evaluation). Makin kreatif seseorang, ciri-ciri tersebut semakin dimiliki. (Wlliams dalam munandar, 1999 ; 88).
b.     Aspek afektif. Ciri-ciri kreatifitas yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang (ciri-ciri aptudate) yaitu :
a)     Rasa ingin tahu
b)    Bersifat imajinatif
c)     Merasa tertantang oleh kemajemukan
d)    Sifat berani mengambil resiko
e)     Sifat menghargai
f)      Percaya diri
g)     Keterbukaan terhadap pengalaman baru
h)    Menonjol dalam salah satu bidang seni (Williams & munandar, 1999)
Torrance dalam supriadi (Adipura, 2001 : 47) mengemukakan tentang lima bentuk interaksi guru dan siswa dikelas yang dianggap mampu mengembangkan kecepatan kreatif siswa yaitu :
a)     Menghormati pertanyaan yang tidak biasa menghormati pertanyaan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa
b)    Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri
c)     Memberi penghargaan kepada siswa
d)    Meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa suasana penilaian.
Hurlock pun (1999 :11) mengemukakan beberapa faktor pendorong yang dapat meningkatkan kreatifitas yaitu :
1.     Waktu
2.     Kesempatan menyendiri
3.     Dorongan
4.     Sarana
5.     Lingkungan yang merangsang
6.     Hubungan anak-orang tua yang tidak posesif
7.     Cara mendidik anak
8.     kesempatan untuk memperoleh pengetahuan
Amabile (Munandar, 2004 : 223) mengemukakan empat cara yang dapat mematikan kreatifitas yaitu evaluasi, hadiah, persaingan/kompetisi antara anak, dan lingkungan yang membatasi. Sementara menurut Torrance dalam arieti yaitu :
1.     Usaha terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi
2.     pembatasan terhadap rasa  ingin tahu anak
3.     Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan seksual
4.     Terlalu banyak melarang
5.     Taakut dan malu
6.     Penekanan yang slah kaprah terhadap keterampilan verbal tertentu
7.     Memberikan kritik terhadap destruktif (Adhipura, 2001 : 46)
       Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monk, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun menurit stanly hall (dalam sontrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan batasan yang diberikan oleh para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berahirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan, steatmen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu dari awal abad ke 20 oleh bapak psikologi remaja yaitu Stainly hall pada saat itu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (Storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
              Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh james marcia yang menemukan bahwa ada 4 status identitas dari pada remaja yaitu identity diffusion/confussion, monarotarium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, papalia, dkk, 2001, monks, dkk, 2000, muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
              Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja. Yaitu :
1.     Kecanggungan dalam pergaulan dan kekuatan dalam gerakan
2.     Ketidak stabilan emosi
3.     Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup
4.     Adanya sikap menentang dan menantang orang tua
5.     Pertentangan dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentangn dengan orang tua
6.     Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya
7.     Senang bereksperimentasi
8.     Senang bereksplorasi
9.     Mempunyai banyak fantasi, kayalan, dan bulanan,
10.            Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
11.            Berdasarkan tinjauna teori perkembangan usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamentaldalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan,2006). Sebagian remaja mampu mengatasi trnsisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, psiolagis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yangnada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.

3.     Permasalahan fisik dan kesehatan
Permasalah akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan ahir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan ketidakpuasan/keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka nuga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupaun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levin dan smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70 remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut, dan paha. Dalam sebuah penelitian survei pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & gullone, 1998). Ketidakpuasan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan, tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan prilaku makan yang maladatif (& Shaw, 2003: Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagaipertanda wal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polyvi & Herman, 1999; Thomshon et al).
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beerapa kecelakaan bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka  bereksperimentasi dan bereksplorasi.